Selasa, 31 Maret 2015

SUSUNAN ILMU SUMBER KEBERHASILAN.

SUSUNAN ILMU SUMBER KEBERHASILAN.

http://nuswantaracom22.blogspot.com/

Ilustrasi.

NUSWANTARA COM
- Seorang cendekiawan muslim Indonesia, Dr. Dwi Condro Triono, mengatakan bahwa kerusakan Indonesia yang saat ini luar biasa parah itu dikarenakan kesalahan dalam pendidikan. Tentu kita layak bertanya, apa kesalahan pendidikan kita mengingat cendekiawan kita demikian banyak, anak muda yang juara di even internasional juga banyak, dan tenaga trampil Indonesia juga sangat dikenal. Jawaban sang cendekiawan ternyata patut kita simak: permasalahan di Indonesia karena bangsa ini salah menempatkan ilmu. Kesalahan inilah yang membuat bangsa ini rusak. Beliau juga mengatakan bahwa jika kita cerdas menempatkan ilmu, tentu kita tunduk takzim pada syariah Islam.

Bagaimana ini bisa kita pahami?
Menurut sang cendekiawan, pada faktanya ilmu itu ada enam tingkatan.

Tingkat Pertama, ilmu memahami fakta, sebagaimana anak balita mengetahui ini air, itu api, itu tanah dan semacamnya.

Tingkat Kedua, ilmu menghubungkan fakta, sebagaimana anak usia lima tahun tahu air dipanaskan akan mendidih, batu dilempar ke udara akan jatuh.

Tingkat ketiga, ilmu rekayasa terhadap fakta, seperti anak tujuh tahun tahu cara memanaskan air, cara membuat kereta dari kulit jeruk, dan semacamnya.

Tingkat, keempat, ilmu memahami hakekat fakta, seperti anak SD memahami berbagai fakta di dunia ini diciptakan siapa, untuk apa, dan kepada siapa kita bertanggung jawab.

Tingkat kelima, ilmu hukum, ini terkait anak SMP belajar hukum, seperti KUHP atau syariah Islam. Karena manusia berbeda dalam memahami fakta, maka harus ada aturan buat mereka, seperti apa aturannya. Itulah yang dipelajari.

Keenam, ilmu ijtihad. Dengan adanya perbedaan dalam pembuatan aturan, maka dibutuhkan ijtihad. Yang mulai mempelajari ilmu semacam ini biasanya tingkatan SMA atau perguruan tinggi.

Dr. Dwi Condro mengatakan kagagalan kita karena hanya peduli pada tingkat satu sampai tiga, tapi lupa pada tingkat berikutnya.

Di sinilah masalahnya…. Bagaimana kita bisa maju jika terus begitu. Padahal ilmu tiga tingkatan awal itu hanya tentang barang atau materi, sementara tiga tingkatan berikutnya adalah tentang manusia.

Dulu, di jaman Belanda dulu, kita ahli menangani tebu, sementara Belanda ahli menangani kita. Orang Jawa ahli pedang, keris, dan berbagai senjata lainnya, kemudian oleh Belanda, yang ahli orang Jawa, disuruh membunuhi orang Aceh. Foto-foto sejarah memperlihatkan tentara Belanda yang menangkap Cut Nyak Dien adalah orang-orang Jawa. Sekarang bangsa Indonesia ahli mengelola industri, dan orang Amerika maupun Eropa ahli mengelola bangsa Indonesia. Pertamina dengan orang-orang pintarnya rela disuruh menjelajah Afrika, sementara perminyakan di negeri ini dikendalikan oleh perusahaan Amerika dan Eropa. Indonesia sukses mencetak ratusan ribu doktor dan profesor. Dan perusahaan swasta Amerika pintar menggunakan doktor atau profesor itu untuk mengiklankan perusahaan dan bisnis mereka.

Kalau kita cermati, ilmu tingkat empat sampai enam sewajarnya kita posisikan tinggi kedudukannya. Pertama, untuk mempelajarinya ternyata butuh usia lebih tinggi. Kedua, ilmu tingkat empat sampai enam adalah ilmu tentang manusia, sementara ilmu tingkat satu dua tiga, adalah ilmu tentang barang atau materi. Padahal pada faktanya, manusialah yang menggunakan barang. Sehingga kalau kita hanya mempelajari materi tanpa mempelajari manusia, kita hanya menguasai berbagai benda-benda di dunia, tapi kita tidak bisa mengatur diri kita. Sebaliknya, kita diatur orang lain yang banyak belajar tentang manusia.

Oleh karena itulah, tidak bisa tidak, kita hendaknya memahami sepenuhnya tentang ilmu mengatur manusia ini.

Pada faktanya, ilmu untuk mengatur manusia itu ada dua macam. Pertama, ilmu hasil karya manusia, semacam sekularisme, kapitalisme, liberalisme, demokrasi, soasialisme, dan komunisme. Kedua, ilmu yang berasal dari Sang Pencipta, yaitu Allah SWT.

Kalau kita mau mencermati, akan nampak sekali bahwa ilmu buatan manusia ini bisa jadi menguntungkan para subjek atau pemakainya, namun merugikan para objek atau pihak yang diatur dengan ilmu itu. Mengapa, karena manusia pada faktanya akan senantiasa tidak adil. Mereka cenderung berpihak pada diri pribadinya atau kelompoknya. Komunisme terbukti menjadikan jutaan rakyat ibarat objek permainan catur, disuruh pindah ribuan kilometer secara paksa. Kapitalisme menguntungkan perusahaan besar dalam mengkespliotasi negara-negara berkembang. Sekularisme menjadikan para filosof mendiktekan pemikirannya yang serampangan untuk merusak moral manusia. Dengan itu umat Islam menganggap remeh bermacam kebejadan semacam homoseksual, free sex, dan semacamnya.

Dalam hal ini, maka selayaknyalah kita melihat fierman Allah SWT,
Al-An’am [6]: 116
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka hanyalah berdusta (terhadap Allah). (TQS. Al-An’am [6]: 116)

Itulah ilmu-ilmu tentang manusia buatan manusia. Yang kenyataannya hanya memperdayai, bukan memberdayakan. Ilmu itu juga penuh ekspliotasi dan tidak adil.
Sebaliknya, akan lain jika ilmu tentang manusia itu berasal dari Allah SWT.
Al-Maidah [5] : 49

Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (Al-Maidah [5] : 49)

Fakta-fakta keberhasilan umat Islam ketika konsisten berdasar ilmu tentang manusia yang berasal dari Allah itu demikian gamblang. Hanya dengan pasukan yang sedikit dan serba sederhana, namun menang keyakinan dan menang strategi perang, mereka berhasil mengalahkan kekaisaran Romawi dan kekaisaran Persia, dua negara adidaya pada abad ke tujuh. Selanjutnya ketika pada kekhalifahan Abbasiyah, mereka sedang bersaing dengan kekaisaran China di bawah Dinasti Tang, mereka memenangkan persaingan di Asia Tengah. Dengan itu, para ilmuwan dari kaum Barmaki di Asia tengah bergabung sehingga Kekhalifahan Islam menjadi negara yang kemajuannya tak tertandingi selama seribu tahun.

Saat itu tercipta kondisi yang sangat mendukung kemajuan dunia.
Sebagaimana dikatakan Prof. Dr. Fahmi Amhar: ilmu Islam mengajak ke arah yang benar, ilmu pengetahuan mengajak pengelolaan secara optimal, ilmu tentang seni menjadikan semua berjalan indah.

Kiranya ini semua bisa menjadi pelajaran bagi kita. Justru terlebih dahulu, syariat Islam yang harus menjadi panduan kita. Kita laksanakan dalam bingkai negara khilafah, sebagaimana dicontohkan Rasululla dan para shahabat. Dalam keadaan itu segala macam ilmu tentang kemajuan kehidupan akan terintegrasi dan termaksimalkan. Barakallahu lii walakum fii al-Qur’an al-azhim.
[NUSWANTARA COM]
Sumber: bagian dari buku khutbah Jum’at ideologis setahun “Perkataan Terbaik Kembali Menyelimuti Alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar