Sabtu, 14 Maret 2015

KISAH KAMPUNG BATU DAN MITOS SI PAHIT LIDAH DI SRIWIJAYA.


Kisah Kampung Batu dan Mitos Si Pahit Lidah di Sriwijaya

Ini menjadi bukti tingginya peradaban kala itu.
situs kubur batu pagar alam
ilustrasi .Salah satu peninggalan megalitikum, situs kubur batu di Pagar Alam, SumseL.
NUSWANTARA COM
- Sejumlah benda peninggalan zaman batu atau megalitikum, kembali ditemukan di Kabupaten Lahat. Ornamen berupa arca berukuran besar berbentuk manusia hingga batu datar peninggalan ribuan tahun lalu tersebut, menjadi bukti tingginya peradaban kala itu.

Arkeolog Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jambi, Agus Sudaryadi, menyebutkan sejauh ini memang belum ada penelitian khusus yang menyebutkan adanya korelasi antara sisa peninggalan megalitikum yang terhampar di kawasan Kota Pagar Alam dan Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, dengan megahnya kisah kerajaan Sriwijaya di Palembang.

Namun setidaknya, bukti sejumlah ornamen megalitikum itu, menjadi bukti kuat bahwa pada masa itu, penduduk di kedua daerah ini memiliki pengetahuan luar biasa dan tingkat teknologi yang begitu hebat.

"Keahlian pahat mereka, serta keragaman bentuk ornamen mulai dari arca, lumpang batu, kubur batu hingga dolmen dan lain sebagainya, tak bisa diremehkan. Ini bukti peradaban cerdas kala itu,"

Dengan kata lain, jauh sebelum lahirnya kerajaan Sriwijaya di Palembang, ternyata memang masyarakatnya memang sudah terbukti cerdas dan memiliki tingkat seni dan pengetahuan yang luar biasa.

"Karena itu jangan heran kenapa Kerajaan Sriwijaya lahir dan menjadi besar di Indonesia. Ternyata nenek moyang mereka memang jauh sudah cerdas," kata Agus.
Menurut Agus, bukti kecerdasan dan tingginya tingkat kebudayaan di 40 lokasi yang saat ini sudah tercatat sebagai situs megalitikum, memang mengagumkan. Salah satunya adalah temuan berupa kubur batu yang dibangun dari bilik-bilik batu untuk tempat jenazah.

Ornamen itu diyakini menjadi salah satu bangunan paling unik dan tak dimiliki di wilayah manapun di Indonesia. "Sepengetahuan tahu, cuma kubur batu inilah yang ada di Sumsel. Ini sekali lagi menjadi bukti kuat betapa tingginya peradaban mereka saat itu," ujar Agus.


Mitos Si Pahit Lidah
Semenjak lama di kawasan Sumatera bagian Selatan, mulai dari Palembang, Jambi, Bengkulu dan sebagian Lampung, sudah tertanam kuat kisah legenda Si Pahit Lidah.

Tokoh legenda ini begitu dikenal dengan kekuatan magisnya yang bisa mengubah apapun yang ditemuinya menjadi batu. Sehingga konon ceritanya, setiap pemukiman atau orang yang dijumpai dan kemudian disumpahi oleh Si Pahit Lidah, pasti menjadi batu.

Mitos ini juga yang kemudian berkaitan dengan puluhan ribu benda megalitikum di Pagar Alam dan Lahat. Sebagian masyarakat begitu mempercayai bila ornamen-ornamen itu adalah sisa kampung yang sudah disumpahi oleh Si Pahit Lidah.

"Masyarakat percaya kalau benda-benda megalitikum ini karena sudah disumpahi oleh Si Pahit Lidah. Karena itu sebagian menganggap bala bila menemukan benda megalitikum ini," ujar Peneliti Balai Arkeologi Kota Palembang, Kristantina Indriastuti.

Namun demikian, mitos tersebut tetap harus dibutuhkan riset lebih lanjut. Dari kacamata arkeolog, benda-benda zaman megalitikum ini menjadi sebuah mahakarya manusia zaman dahulu yang pernah hidup di tanah Sriwijaya.

"Legenda Si Pahit Lidah memang begitu kuat di masyarakat lokal. Apakah ini ada korelasinya, kami tidak tahu. Yang jelas banyaknya megelitikum di wilayah ini menunjukkan bahwa peradaban nenek moyang mereka kala itu memang sudah sangat cerdas," ujar Kristiantina.


Terancam Perburuan Akik

Sejauh ini, setelah beberapa tahun secara bertahap penemuan mahakarya megalitikum di Pagar Alam dan Lahat, belum ditemukan ancaman berarti.

Kendati memang sempat ditemukan beberapa kali kasus pencurian dan transaksi sejumlah ornamen, namun tak signifikan. Sebab, para pembeli umumnya kesulitan saat hendak membawa benda-benda megalitikum ini.

"Pernah ada yang mencoba mencuri kepala arca batu. Tapi, sepertinya pencurinya nggak sanggup. Kepala arca ini kan besar dan berat. Namanya juga sisa zaman batu, jadi akhirnya ditinggalkan begitu saja," ujar arkeolog BP3 Jambi, Agus Sudaryadi.

Meski begitu, ancaman kerusakan terhadap benda bersejarah ini tetap harus diwaspadai. Salah satunya yang paling mengkhawatirkan adalah perburuan batu akik.

"Kalau sekarang sih belum kelihatan ada perburuan akik di sejumlah situs ini. Cuma kami takut saja, nanti ada orang-orang yang mulai berpikiran kalau batu megalit ini bisa untuk akik. Padahal, sangat tidak mungkin. Mudah-mudahanlah tidak terjadi," ujar Agus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar